Investasi Proyek Baterai Nikel di Teluk Weda, Pulau Halmahera
Jakarta, Informatika News Line, 24/05/2021
Perusahaan Zhejiang Huayou Cobalt Co dari China (Tiongkok) berencana melakukan investasi sebesar USD 2,08 miliar pada proyek nikel di Indonesia, yang berlokasi di Teluk Weda, Pulau Halmahera.
Zhejiang Huayou Cobalt Co Tiongkok, menyatakan bahwa pihaknya akan bermitra dengan produsen baterai mobil listrik EVE Energy dan perusahaan lainnya, dalam proyek nikel dan kobalt yang memiliki nilai investasi 2,08 miliar dolar AS. Rencana tersebut disampaikan oleh sumber resmi Zhejiang Huayou Cobalt Co Senin (24/05/2021).
Dalam kesempatan tersebut, perusahaan Zhejiang Huayou Cobalt Co akan mengeluarkan investasi sebesar 210 juta dolar AS untuk keikutsertaannya dalam konsorsium produsen bahan baterai, China Tianjin B&M Science and Technology Co (B&M). Perusahaan melakukan investasi di seluruh rantai pasokan baterai isi ulang.
Huayou memegang 20 % saham dari usaha di Indonesia ini. PT Huayou Nickel Cobalt ini adalah perusahaan pemegang proyek peleburan baterai nikel dan produsen kobalt ketigadi Indonesia, yang menjadi pusat produksi bahan kimia baterai.
Lokasi proyek pembangunan ini akan berada di Teluk Weda, Pulau Halmahera. Huayou bermitra dengan Tsingshan Holding Group dalam proyek nikel sulfat. Huayou dalam laporannya ke Shanghai Stock Exchange mengatakan, bahwa perusahaan akan berproduksi menghasilkan 120.000 ton nikel dan 15.000 ton kobalt setiap tahun berdasarkan kandungan logam yang bisa ditambang dan diproduksi di Indonesia.
EVE energy akan memiliki 17 % saham, sedangkan mitra lainnya, Yongrui Holdings sebesar 31 % saham, Glaucous International Pte Ltd dengan 30 % saham, dan Lindo Investment Pte Ltd dengan 2 % saham. Yongrui dimiliki sepenuhnya oleh Yongqing Technology Co, anak perusahaan Tsingshan, produsen nikel terbesar di Indonesia dan pembuat baja tahan karat terbesar di dunia. Sementara itu, Huayou memegang 20 % saham dalam proyek tersebut.
“Perusahaan menjadi bagian dari konsorsium LG Korea Selatan yang membangun pabrik baterai senilai 1,2 miliar dolar AS, di dekat Jakarta," Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia, memberikan keterangan, Senin (24/5/2021) .
Dalam laporan terpisah, Huayou menyatakan akan membayar Hangzhou Hongyuan Equity Investment sebesar 1,35 miliar yuan (210 juta dolar AS) untuk 38,62 % sahamnya di B&M. Induk perusahaan Huayou juga akan mentransfer sebesar 26,4 % saham di B&M kepada Huayou.
Huayou akan memiliki 20 persen dari PT Huayu Nickel Cobalt (Indonesia). Ini adalah proyek peleburan baterai nikel ketiga yang diproduksi oleh produsen kobalt di Indonesia, yang telah menjadi pusat bahan kimia baterai yang penting.
Pada Bulan Oktober tahun 2020, para investor Tiongkok menyatakan komitmen penuhnya untuk menjadikan Indonesia sebagai basis industri baterai lithium dan mobil listrik di kawasan Asia. Para investor Tiongkok bahkan akan menggandeng investor global dari berbagai negara seperti Prancis, Jepang, Korea Selatan, Australia, Taiwan, dan negara lainnya untuk memperkuat investasi mereka di Indonesia.
Komitmen para investor Tiongkok itu disampaikan pada saat pertemuan dengan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam kunjungan kerjanya ke Yunan, Tiongkok pada 9-11 Oktober 2020 bersama Duta Besar RI Djauhari Oratmangun. Para investor tersebut rata-rata bergerak di berbagai industri turunan mobil listrik dan baterai lithium.
Para investor ini adalah mewakili
CATL+Brunp+Ningbo (pembuat baterai lithium-ion untuk kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi, serta daur ulangnya);
Huayou Cobalt (pemasok kobalt, termasuk kobalt tetroksida, kobalt oksida, kobalt karbonat, kobalt hidroksida, kobalt oksalat, kobalt sulfat, dan kobalt monoksida); Delong Steel/Dexin Steel Indonesia (carbon steel); Tsingshan Group (stainless steel, lithium battery).
Hasil produksi pengolahan nikel ini akan meningkatkan angka ekspor Indonesia ke Asia Tenggara, Asia Timur, Asia Tengah, Australia, Eropa, dan Amerika.
Investasi tersebut selama ini sudah mengacu pada 4 prinsip dasar : ramah lingkungan, transfer teknologi, penciptaan lapangan kerja (menggunakan tenaga kerja lokal), penciptaan nilai tambah, dan kerja sama berbasis B2B.
Dalam konteks itu, para investor sudah dan akan terus fokus untuk mendukung peningkatan pendidikan dan pelatihan keahlian bagi tenaga kerja lokal.
Group perusahaan ini melihat prospek mobil listrik dan permintaan domestik untuk produk baja dan lithium baterai di Indonesia maupun di dunia semakin cerah. Apalagi dengan sejumlah kebijakan, seperti rencana mewajibkan pengendaraan kendaraan dinas pemerintah hanya boleh yang berbasis listrik mulai tahun depan (2022).
Indonesia sendiri telah menandatangani kesepakatan menurunkan emisi gas rumah kaca, sesuai dengan komitmen Paris Agreement yang meliputi upaya menurunkan emisi karbon 29 % pada tahun 2030, dan juga total 41 % dengan dukungan internasional. Kesepakatan ini juga didukung oleh komitmen negara lain di dunia. Uni Eropa sendiri mengeluarkan berbagai peraturan untuk phasing-out, penghapusan total semua kendaraan berbahan bakar fosil dalam 20 tahun ke depan.
Tren perkembangan ke arah kendaraan listrik juga terjadi secara nyata di Tiongkok, India, Amerika Serikat, dan berbagai negara lain. Menko Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan bahwa bukan nominal investasi yang penting, tapi dengan masuknya industri ini, secara bertahap, maka ekosistem industri kendaraan listrik dan future energy akan bisa berkembang di Indonesia.
“Apabila Indonesia bisa menjadi pemain dominan di industri baterai maka postur Indonesia di kancah geopolitik akan semakin kokoh. Itu ambisi Presiden Jokowi dan saya. Ini harus jadi sebelum masa tugas Presiden Jokowi berakhir. Baterai akan menjadi solusi untuk banyak masalah global saat ini,” kata Menko Luhut.
Data dari Global Battery Alliance menunjukkan bahwa pengunaan secara luas baterai untuk sistem tenaga listrik, dapat memungkinkan sekitar 600 juta orang yang belum mendapatkan akses layanan listrik untuk mendapatkan akses ke energi ini pada tahun 2030.
Bank Dunia juga melaporkan bahwa pada 2030, sekitar 650 juta orang mungkin masih hidup tanpa listrik, terutama di sub-Sahara Afrika. Untuk membantu mengatasi masalah ini, microgrid dengan baterai menjadi solusi yang bisa digunakan di seluruh wilayah itu.
Pada tahun 2030, mobil penumpang akan menjadi bagian terbesar dari permintaan baterai global. Sekitar 60 % mobil penumpang akan menggunakan tenaga bateray pada tahun 2030. Sementara itu kendaraan komersial akan mengunakan 23 % energi dari bateray. Perangkat gadhet iPhone, tablet, dan lain-lain, akan mengalami penyusutan permintaan lebih dari seperlima pasar baterai global. Dan diperkirakan pasar bateray untuk personal gadget ini hanya akan menjadi pangsa “marjinal” (Global Battery Alliance).
Permintaan baterai global tumbuh sekitar 25 % setiap tahun sampai tahun 2030. Bateray akan memberi daya pada transportasi bertenaga listrik. Dan bahkan sejumlah fasilitas pembangkit tenaga listrik akan berubah dari bahan bakar fosil ke model yang lebih ramah lingkungan.
Saat ini produsen mobil dan baterai dunia berlomba mencari destinasi investasi untuk fasilitas produksi mereka. Salah satunya adalah Gigafactory Tesla yang membangun fasilitas bateray di dekat Reno, Nevada di AS, yang dimiliki dan dioperasikan oleh Tesla bersama pemasok baterai Panasonic.