Data Serangan Global Covid -19 : Angka Kematian Tertinggi Di Dunia : Yogyakarta (17 %) Dan Jawa Tengah (15 %) :2,6 juta Akan Tewas : Prediksi Korban Di Indonesia

Data Serangan Global Covid -19 : Angka Kematian Tertinggi Di Dunia : Yogyakarta  (17 %) Dan Jawa Tengah (15 %) :2,6 juta Akan Tewas : Prediksi Korban Di Indonesia



Bandung, Informatika Newsline (11/04)
Sampai dengan Sabtu pagi (11/04) jumlah korban global positif Covid 19, telah mencapai jumlah 1,5 juta orang lebih, dengan jumlah meninggal lebih dari 100 ribu orang. Meskipun Amerika Serikat mencatat jumlah terbesar pasien positif Covid-19 (setengah juta orang), 



DATA GLOBAL (13/04) 

POSITIF : 1.863.406
MENINGGAL : 115.225
(20.00 WIB)



DATA INDONESIA (13/04) 

POSITIF : 4557
MENINGGAL : 399
(20.00 WIB)


Italia masih menjadi tempat paling mengerikan, dengan tingkat kematian tertinggi sebesar 12,77 %. Amerika Serikat hanya berada pada posisi ke-12 dengan tingkat kematian mendekati 3,5 %. Perancis turun ke posisi ke-5 paling mengerikan, dengan tingkat kematian mencapai 10, 47 % (sebelumnya mencapai 13 % lebih). 
Inggris ada di peringkat ke-2 negara paling horor. Tingkat kematiannya mencapai 12 % lebih. Disusul Belgia, dan Belanda. Sementara itu data kematian di Indonesia ada di peringkat ke-7 setelah Spanyol (peringkat ke-6). 
Akan tetapi dibandingkan kondisi global, rata rata tingkat kematian di Provinsi yang ada di Indonesia jauh lebih dahsyat. Yogyakarta mencatat prosentase kematian 17 %, disusul Jawa Tengah 15 % lebih. Sementara Jawa Barat mencapai 11 % lebih tinggi sedikit dari Posisi Belanda dan di bawah Belgia. Jakarta, Banten, Jawa Timur prosentasenya sama dengan Prosentase Kematian Nasional. Ketiga Provinsi ini, berdasarkan data, menjadi barometer kondisi tingkat prosentase kematian Nasional. 
Kondisi jelas menunjukkan posisi Indonesia masih sangat berbehaya. Tingginya prosentase kematian di tiap provinsi menunjukkan rendahnya tingkat kecepatan mengetahui jumlah pasien positif Covid-19. Secara terbuka ini dapat terlihat dari data Nasional yang baru melakukan proses uji kepada 16 ribuan orang saja dari total seluruh Penduduk Indonesia 300 juta (memakai data media non pemerintah).  Prosentase uji positif Covid-19 ke warga negara hanya mencapai kurang dari 0,5 % penduduk Indonesia. Kondisi ini jelas sangat memprihatinkan dan sekaligus membahayakan. 

Data yang diangkat resmi oleh pengumuman resmi pemerintah hanyalah perwujudan wajah dari Gunung Es yang hanya tampil kecil di puncaknya, akan tetapi menyimpan jumlah besar yang terpendam tidak terlihat. Buruknya fasilitas kesehatan dan rendahnya pemahaman pengelola negara dan warga negara menjadi realitas dari penanganan kasus Covid-19, disamping upaya-upaya dari sementara oknum pemerintah dan masyarakat yang selalu mencoba berusaha merefokus kan atau mengubah fokus ke arah yang lain. Dalam kondisi darurat seperti ini, upaya refokussing untuk menjaga perasaan masyarakat secara relatif, tidaklah berguna sama sekali. Karena upaya refokussing hanya akan menurunkan tingkat kewaspadaan dan melupakan "lubang kapal yang membuat kapal negeri ini semakin lama semakin tenggelam ke dalam gelombang besar bencana global ini." 

Perhitungan yang dilakukan oleh kelompok peneliti dari ITB, Dr. Nuning Nuraini, S. Si, M.Si memberikan prodiksi mengejutkan. Lebih dari 2 juta orang warga negara Indonesia akan meninggal akibat serangan Covid-19 ini, jika respon tanggap yang dilakukan oleh pemerintah masih seperti saat ini. 

Lihat Link ITB

Tidak menemukan link karena sudah dihapus atau karena sebab lain ? Lihat arsip berita internal di Informatika News Line : Arsip Berita Dr. Nuning Nuraini  

Lihat Link Detik.Com 

Tidak menemukan link karena sudah dihapus atau karena sebab lain ? Lihat arsip berita internal di Informatika News Line : Arsip Berita Riset Gabungan Detik.com 

Dr Nuning, salah satu peneliti matematika epidemiologi Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama dengan SimcovID Team telah merilis penelitian terbaru terkait fenomena pandemi COVID-19 di Indonesia. Tim yang dipimpin Dr Nuning terdiri dari belasan peneliti dari berbagai perguruan tinggi ITB, Unpad, UGM, ITS, Brawijaya, Undana, bahkan termasuk peneliti dari Essex & Khalifa University, University of Southern Denmark, dan juga Oxford University.




Kirimkan Komentar Anda Untuk Tulisan ini. 
Dan Dapatkan Hadiah E-Money 300 ribu untuk komentar anda



Menjawab hasil penelitian Dr. Nuning, tidak mudah. Karena respon tanggap yang dimaksud juga berarti ketersediaan perangkat kesehatan dan pemahaman yang memadai dari seluruh unsur negara. Bagaimana mencapai tingkat ideal respons tanggap ? Butuh pendidikan yang panjang, kejujuran, dan keberanian mengakui kesalahan dari seluruh entitas yang ada di negara. Yang dalam beberapa tahun terakhir semua nilai itu telah menjadi nilai nisbi. 

Pendidikan bukan untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman. Pendidikan hanya untuk mencapai gelar dan memenuhi syarat untuk mempertahankan jabatan dan posisi. Pendidikan dan pemahanan adalah dua hal yang telah berhasil dipisahkan oleh sistem pendidikan yang ada di Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini. Terdidik tapi tidak memahami permasalahan atau dengan kata lain yang keren. Terdidik tapi tidak punya Literasi.  

Kejujuran ? Tidak diperlukan. Untuk mencapai sebuah posisi, segala cara ditempuh. Menghalalkan segala macam cara. Kalau perlu dengan menipu publik, atau bahkan menggunakan alat-alat negara untuk memperkuat posisi. Kejujuran sudah musnah di negeri ini. Bahkan para penghina komunitas saja diangkat menjadi pejabat publik, tanpa memperdulikan jutaan anggota komunitas yang terhina oleh perilaku sang oknum. Kejujuran menjadi berubah, kejujuran hanyalah sebuah kata tanpa makna.

Demikian juga keberanian untuk mengakui kesalahan yang menjadi sikap ksatria yang selalu dijunjung tinggi itu tak lagi ada nilainya. Menjadi bersifat seperti Duryudana atau menjadi seperti Sengkuni, yang menjadi trend pejabat di Hastina Pura dalam cerita pewayangan, menjadi hal yang mengasyikkan untuk dilakukan. Lebih baik berperilaku seperti Kurawa yang hidup tanpa perlu bersusah payah. Yang penting bisa bersenang-senang. 

Data-data mengerikan Covid-19 seharusnya membuat semua entitas negara sadar. Dan kembali ke jati diri manusia sejati. Tidak malah menyuruh melupakan apa yang terjadi, tapi mengajak semua entitas negeri untuk bersiap menghadapi dengan baik, menyikapi yang datang dengan cerdas dan penuh kewaspadaan, tanpa kebohongan atau trik jaga gengsi yang lain. (Al Syarif Al Hakiem).   






22 Juli 2019