Up date Covid 19

Bandung, Informatika Newsline (24/06)
Jumlah korban terinfeksi Covid 19 di Indonesia melampaui 2 juta kasus. Korban tewas karena Covid 19 telah melewati 55 ribu orang tewas. Kondisi mengerikan
di Indonesia ini telah diprediksi jauh hari sebelumnya. Rendahnya pemahaman
dan kegagalan sosialisasi menjadi masalah utama yang kronis di Indonesia.

Bahkan sampai melewati waktu 1 tahun sejak kasus pertama diumumkan secara resmi oleh pemerintah, simpang siur informasi masih masif terjadi di tengah masyarakat. Simpang siur informasi dibalut dengan kepentingan dan dendam politik pascaPemilu Pilpres.


Bukan itu saja, beberapa kelompok yang merasa hak kebebasan berkumpulnya dianulir oleh kebijakan pemerintah juga menggunakan Covid 19 ini sebagai sarana perang informasi yang tidak kunjung selesai.

Kelompok Khilafah yang dilarang dan dibubarkan oleh pemerintah misalnya, adalah kelompok yang merasa kebebasan bereskpresinya diganggu oleh keputusan pemerintah melarang dan menjadikannya sebagai bagian dari kelompok ekstrim kanan. Atau sebut saja FPI yang juga dihantam oleh pemerintah dengan larangan meneruskan kegiatan ormas nya.

Semua informasi dibungkus dalam kepentingan untuk saling melakukan perang informasi antara pihak pihak yang merasa terus menerus berhadap-hadapan
pasca Pemilu dan juga pihak-pihak yang merasa berhadapan dengan rezim pemerintah yang otoriter.

Rakyat yang tidak memahami dengan baik muatan mematikan dari Covid-19 pun menjadi korban. Ribuan kematian akibat Covid 19 merupakan hasil nyata langsung atau tidak langsung dari perang informasi yang tidak jelas ini.

Ribuan tempat ibadah (masjid dan gereja) merasa keberatan mengikuti protokol
kesehatan, karena menganggap Covid 19 hanya semacam hoax politik. Korban yang jatuh adalah para jamaah (gereja dan masjid). Tak terhitung cluster masjid, cluster gereja, cluster sholat tarawih dan lain lain yang telah menelan korban. Sentimen ini juga dibarengi oleh kepentingan material lain dari pengelola rumah
ibadah. Tak hadirnya jamaah tentu menggerus pendapatan kencleng harian atau mingguan yang selama ini menjadi gantungan hidup. Tidak pernah ada yang gratis dalam setiap kegiatan, dan sejarah selalu mencatat hal ini dengan baik.

Pengorbanan jamaah untuk kepentingan kocek dan kencleng, sungguh menyedihkan, sekaligus menjijikkan, karena membuat Agama menjadi komoditas. Sama seperti pada masa-masa awal turunnya Jesus kristus di Yerussalem yang menemukan Baitul Maqdis digunakan sebagai tempat mengumpulkan kocek bagi kelompok oknum Rabbi Yahudi yang saat itu berkuasa di Baitul Makdis.
Dan segmen kemarahan Jesus Kristus diabadikan dalam Al Kitab dengan
upaya Jesus mengobrak abrik para pedagang yang berjualan di pelataran Baitul Maqdis dengan memberikan persenan kepada pada oknum Rabbi Yahudi tentunya. Peristiwa yang kemudian dicatat oleh para pengikut Jesus yang percaya penyaliban, bahwa kelakukan Jesus itulah yang menjadi salah satu alasan penyaliban Jesus oleh Rabbi Yahudi.

Kristen selalu menyalahkan Yahudi pada tindakan kurang ajar mereka  
kepada Jesus yang menyiksa sampai mati di tiang Salib. Dalam versi Islam
bukan Jesus yang disalib tap salah satu muridnya Judas Iskariot, sekaligus
memberikan sebuah tanda mukjizat Jesus yang lain, mampu mengubah wajah
manusia, selaian kemampuan Jesus menghidupkan mereka yang meninggal sebagai
mukjizatnya.  


Para tokoh agama yang merasa tersaingi oleh dominasi Covid-19, bereaksi melanggar protokol kesehatan. Momentum yang diambil oleh para tokoh agama ini dibarengi dengan perang hoax politik, adu kefasihan bicara, adu ketinggian logika, dan kecerdasan semu. Rendahnya latar belakang pendidikan di lingkungan para pemain politik dan juga rakyat membuat kasus Covid 19 ini semakin membesar.

Kepandaian mengalihkan kasus mengerikan Covid 19 ini ke adu logika politik telah membuat korban berjatuhan. Sungguh kelakuan tidak terpuji dari mereka yang terus menerus membuat semua rakyat kehilangan kewaspadaan pada Covid 19. Mereka yang tidak memahami dengan baik apa itu virus dan  bagaimana karekteristik nya, seharusnya diam.

Bahkan korban puluhan ribu di India yang jatuh, karena antisipasi yang salah pada Covid 19 bukan malah membuat warga dalam negeri waspada. Berita korban luar biasa di India dianggap hoax, karena lemahnya pemahaman pada jaring jaring informasi global.

Sentimen berbau agama misalnya dapat ditemukan di media sosial. Dengan sengaja mengangkat Aceh dan Madura, sebagai wilayah yang seolah-olah kebal Covid 19. Pemahaman yang kurang pada virus dan relasinya dengan tubuh manusia membuat sentimen negatif seperti ini malah mendorong rakyat untuk melanggar protokol kesehatan.


Ribuan orang Madura dengan sengaja melakukan kerumunan untuk menunjukkan "kesaktian" dan juga"kesucian" mereka. Sama seperti hoax yang diangkat di Provinsi Serambi Mekah "Aceh". "Angka Covid nol di Acehkarena Serambi Mekah"

Sebuah wacana bodoh, ala India, yang berakhir pada jatuhnya ribuan korban Covid 19, karena fanatisme beragama yang salah.

Apakah orang Madura memang kebal Covid ? Tidak ada satu orang Madura pun
yang berani uji coba tinggal di rumah sakit pusat Covid 19, demikian juga
tidak satu orang Aceh pun berani. Pasti akan terinfeksi dan skenario terburuknya
pasti akan tewas.


Covid 19 adalah virus, yang hidup dan berkembang dalam skenario Sunnatullah.
Bukan sesuatu yang berjalan di luar Sunnatullah. Mengingkari
sebuah makhluk yang hidup dalam sunnatullah sama saja dengan
tidak memiliki Tauhid, dan sama saja dengan tidak mengakui Tuhan.

Simpulkan sendiri Sunnatullah Virus Covid 19 ini dengan superioritas agama, suku, yang coba dihembuskan dalam kampanye anti Covid 19 ini. Manakah yang lebih masuk akal dan mengikuti sunnatullah ? Apakah segala jenis hoax tentang superioritas agama dan suku itu yang mengikuti sunnatullah atau sebaliknya.
Apakah ada orang Madura dan orang Aceh atau etnis lainya yang tidak mati ? Yang hidup selamanya ? Bukanlah mereka semua, semua manusia mengikuti sunatullah, lahir dan pasti akan mati ?

Jika benar bisa lahir dan bisa mati, mengapa jadi menolak sunnatullah yang dibawa oleh Covid-19 ini?

Covid 19 bukanlah konspirasi global untuk menipu, Virus ini memang benar-benar ada. Mana mungkin jutaan dokter di seluruh dunia yang berjanji setia pada kebenaran bersepakat menipu semua umat manusia ? Mana mungkin semua perangkat uji virus yang telah digunakan ratusan tahun ini bersepakat menipu kita semua ?

Mungkin ada satu dua rumah sakit atau oknum petugas kesehatan yang berbuat ulah. Akan tetapi tidak kemudian ulah nakal ini membuat virus Covid 19 ini menjadi sebuah konspirasi untuk menipu kita semua. Keterbukaan informasi global mencatat 2 juta lebih warga Indonesia terinfeksi Virus, 55 ribu lebih telah tewas. Memang ada 1,8 juta warga negara yang sembuh dengan sendirinya dari
serangan virus ini, akan tetapi masih ada lebih dari 200 ribu orang yang masih sakit. Dari dari 200 ribu lebih yang sakit itu 55 ribu telah tewas. Artinya ada 27,1141 persen (26,5826 % per 23 Juni) mereka yang sakit dan belum sembuh akan tewas. Ini adalah angka yang sangat mengkhawatirkan. 



Salah besar, jika analisis dilakukan dengan membandingkan antara yang terinfeksi dengan yang sembuh. Analisis yang lebh tepat adalah membandingkan antara mereka yang tewas diantara yang sakit. Dan angka ini cukup besar mendekati 30 % !!!. Apakah angka ini adalah angka hoax ? yang kemudian dianggap sepele begitu saja ? Benar-benar pemahaman yang keliru dan sesat. Dan pemahaman ini
lebih disesatkan lagi oleh mereka yang tidak bertanggung jawab, tidak memahami statistik dengan baik, tidak memahami apa itu virus, dan terlebih lagi tidak memahami sunnatullah dengan baik.


 

Mereka yang tidak memahami sunnatullah dengan baik di dunia global bergabung dengan kelompok atheis, komunis, dan sebangsanya. Apakah komunitas beragamana dalam negeri ini adalah komunitas beragama yang atheis yang komunis ? yang tidak mengetahui sunnatullah ? yang menolak sunnatullah ? Sunnatullah saja ditolak, apalagi ajaran-ajaran suci agama ? Tidak pernah ada agama yang menolak Sunnatullah... hanya atheis, komunis, dan kelompoknya yang menolak sunnatullah, dan berupaya menerangkan sesuatu yang lain dengan penjelasan mekanisme yang lain, yeng menurut mereka adalah penjelasan yang benar. Padahal segala penjelasan yang benar lewat jalan manapun juga adalah termasuk sunnatullah. Gagal faham pada definisi Sunnatullah dan tersesat dalam pemikiran ilutif dan mimpi-mimpi abad pertengahan, yang menjadi sebuah thesis utama di abad-abad pra renaissance di Eropa. Apakah memang kita sedang berada di sebuah masyarakat yang sedang berada di dalam suasana pra renaissance modern yang kedua ? Atau yang lebih parah lagi kita sedang ditarik-tarik lagi ke dalam suatu masyarakat animusme dan dinamisme baru ? Wallahu a'lam bissowwab.

Yang jelas, mereka yang tewas terus bertambah. Kapal Titanic sedang akan
tenggelam, akan tetapi sebagian kru kapal malah membunyikan piano untuk bernyanyi. Mencoba membuat semua penumpang kapal lupa dan mencoba terus bersenang senang, tak perduli kapal telah perlahan-lahan mulai tenggelam (MAS WIG). 



            23/06
 
2.004.445             2.018.113
1.801.761        1.810.136 (207.997)
54.956             55.291   (26,5826 %)


First Published 03/06/2021, 05.26 AM