Salah satu bentuk usaha yang dkenal di Indonesia adalah
PT. Dalam sebuah PT, kepemilikan perusahaan dibatasi
oleh kepemilikan saham PT. Para pemilik saham atau
diposisikan sebagai komisaris adalah representasi dari
pemilik perusahaan.
Direktur memang bisa diberhentikan sewaktu-waktu
oleh para pemegang saham tetapi tetap harus dilakukan
sesuai ketentuan yang berlaku supaya tidak dianggap
tidak sah. Pada 8 September 2011, Ong J. A. (Ong)
diberhentikan sebagai Direktur Utama
PT Uniquenees Sepatuemas Indonesia (PT USI).
Direktur tersebut diberhentikan melalui keputusan
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang tidak
ia hadiri sehingga dianggap tidak sah. Tidak terima
dengan keputusan tersebut, Ong kemudian mengajukan
gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jombang (PN Jombang).
Ia merasa pemberhentiannya melalui RUPSLB tidak sesuai prosedur.
Selain itu, keputusan tersebut merupakan Perbuatan Melawan
Hukum (PMH) sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPer). Majlis Hakim mengabulkan sebagian
gugatannya melalui Putusan No. 39/Pdt.G/2011/PN.JMB tanggal
20 Juni 2012. Ong dinyatakan sah sebagai Direktur Utama sesuai
akta pendirian PT USI. Sementara pemberhentian dirinya
sebagai Direktur melalui keputusan RUPSLB dinyatakan
tidak sah. Para pemegang saham juga dihukum membayar ganti
rugi sebesar 850 Juta Rupiah. Para pemegang saham
memang bisa memecat Direktur sewaktu-waktu melalui RUPSLB.
Pemecatan dapat dilakukan seterusnya atau hanya untuk sementara.
Namun, pemberhentian terhadap direksi harus memperhatikan
ketentuan formil juga selain substansinya. Ada prosedur
yang harus dilalui, sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) maupun Anggaran
Dasar Perusahaan. Menurut Pasal 9 Ayat (3) Akta Pendirian PT USI,
undangan menghadiri RUPSLB seharusnya dilakukan 14 hari
sebelum pelaksanaan. Undangan kepada Ong dikirim
dari Jakarta pada tanggal 24 Agustus 2011 sedangkan
pelaksanaan RUPSLB pada tanggal 8 September 2011. Karena
Ong tinggal di Jombang, maka ia menerima undangan minimal sehari
sesudahnya. Jika dihitung, jarak antara Ong menerima
undangan dan pelaksanaan RUPSLB kurang dari 14 hari.
Karena menilai pengiriman undangan tersebut cacat hukum,
Ong memutuskan untuk tidak hadir. RUPSLB tetap terlaksana
tanpa kehadiran Ong dan pemegang saham sepakat untuk
memberhentikannya meskipun ia belum melakukan pembelaan diri.
Padahal, pemberhentian Direksi hanya bisa dilakukan setelah Direksi
tersebut membela diri dalam RUPSLB sesuai dengan Pasal
105 ayat (2) UU PT. Yang harus diperhatikan, sekalipun direksi
melakukan kesalahan dan merugikan perusahaan, namun prosedur
pemberhentiannya harus diperhatikan dan dilaksanakan sesuai ketentuan
dalam anggaran daar perusahaan dan UUPT. Jika tidak, maka
pengambilan keputusan akan cacat dan justru malah merugikan pemegang
saham dan juga perusahaan.
https://www.scribd.com/document/356755106/39-Pdt-G-2011-PN-JMB