1.Hadits Tentang Nisfu Sya'ban Puasa
HADIST 01 : SHAHIH
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam al Bukhari disebutkan.
عَنْ أَبِي سَلَمَةَأَنَّ عَائِشَةَ -رضي الله عنها- حَدَّثَتْهُ قَالَتْ: "لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ...
Nabi tidak berpuasa pada satu bulan lebih banyak selain di bulan Sya’ban. Sesungguhnya Nabi berpuasa pada bulan Sya’ban (seolah-olah) pada seluruh bulan.” (HR. Bukhari)
Hadist Diriwayatkan dari Abu Salamah, yang menceritakan cerita Aisyah tentang Rasululullah
Meski tidak setiap hari, namun karena saking seringnya Nabi didapati berpuasa di bulan Sya’ban, maka disebutkanlah seolah Nabi berpuasa di bulan Sya’ban setiap hari. Imam al Qasthalani dalam Irsyadus Sari yang merupakah syarah Shahih al Bukhari mencatat alasan Nabi memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.
HADITS 02 : SHAHIH
Suatu ketika, Nabi ditanya oleh Usamah bin Zaid:
عن أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ، قَالَ: ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Dari Usamah bin Zaid, ia berkata: Aku bertanya pada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, aku tak melihat engkau berpuasa dalam sebulan sebagaimana engkau lakukan di bulan Sya’ban.” Rasulullah menjawab, “Bulan itu (Sya’ban) adalah bulan yang banyak orang lalai darinya, karena berada di antara bulan Rajab dan Ramadan. Pada bulan Sya’ban, amalan diangkat kepada hadirat Allah, maka aku ingin amalanku diangkat selagi aku sedang berpuasa.” (HR. An Nasa’i).
Hadist Diriwayatkan dari Usamah Bin Zaid, yang menceritakan ketika Usamah Bin Zaid bertanya kepada Rasululullah
Lebih lanjut, Ibnu Hajar al Asqalani menyebutkan dalam Fathul Bari Syarh Shahih al Bukhari bahwa Aisyah juga meriwayatkan bahwa Nabi banyak berpuasa di bulan Sya’ban karena pada bulan tersebut ajal seorang manusia dicatat, dan Nabi ingin ajal beliau dicatat saat sedang berpuasa.
HADITS 03 : SHAHIH
Sesungguhnya Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku tidak pernah sekali pun melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali (pada) bulan Ramadan, dan aku tidak pernah melihat beliau (banyak berpuasa -ed) dalam suatu bulan kecuali bulan Sya’ban. Beliau berpuasa pada kebanyakan hari di bulan Sya’ban,”
(HR. al-Bukhari: 1868 dan HR. Muslim: 782)
Cerita Aisyah Radhiallahu Anhu tentang Kebiasaan Rasulullah
HADITS 04 : SHAHIH
Dalam hadits yang lain, Usamah bin Zaid berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa dalam beberapa bulan seperti puasamu di bulan Sya’ban. Beliau menjawab, ‘Itu adalah satu bulan yang manusia lalai darinya. (Bulan itu adalah) bulan antara Rajab dan Ramadan, dan pada bulan itu amalan-amalan manusia diangkat kepada Rabbul ‘alamin, maka aku ingin supaya amalanku diangkat pada saat aku berpuasa.’ ”
(HR. an-Nasa’i: 1/322, dinilai shahih oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil: 4/103)
Puasa sunah di bulan Syaban merupakan puasa yang paling banyak keutamaannya dan sangat dianjurkan untuk dikerjakan.
Bahkan
Rasulullah SAW sendiri sangat senang melakukan puasa Sya’ban dan
memperbanyak puasa di bulan tersebut. Oleh sebab itu, Syeikh Nawawi
al-Bantani dalam Nihayatul Zein mengatakan:
صوم شعبان لحبه صلى الله عليه وسلم صيامه فمن صامه نال شفاعته صل الله عليه وسلم يوم القيامة
“Puasa
Sya’ban (disunnahkan) karena Rasulullah SAW menyukai puasa pada bulan
itu. Siapa yang puasa Sya’ban, dia akan memperoleh syafaat Rasulullah
SAW di hari akhirat kelak.”
HADITS 13 : DHAIF
Hadis tersebut ditemukan dalam riwayat Ibnu Majah
عن
أبي موسى الأشعري عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إن الله ليطلع في
ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
Dari
Abu Musa al-Asy’ari dari Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah
muncul pada malam pertengahan bulan Syaban maka Ia mengampuni segenap
hambanya kecuali orang yang Musyrik atau Musyahin (orang yang
bermusuhan)” (HR: Ibnu Majah)
Dalam
kitab al-Zawaid, Imam al-Haitsami menyebutkan bahwa sanad hadis di atas
bermasalah atau dhaif sebab terdapat perawi yang bernama Abdullah bin
Lahi’ah yang dianggap dhaif hafalannya, dan perawi al-Walid bin Muslim
yang dikenal Mudalis atau suka menyembungikan aib/cacat pada suatu sanad
hadis atau menampakkan seolah sanadnya bagus.
Menurut
Imam Daruqudni dalam al-Ilal al-Hadis, hadis tersebut juga diriwayatkan
dari Muaz bin Jabal, Aisyah, Abu Hurairah dan Abu Tsa’labah. Namun
sanadnya bermasalah. Beberapa perawi ada yang hafalannya lemah.
Namun
dalam Lathaif al-Ma’arif, Ibnu Hibban berpendapat hadis tentang
keutamaan malam nisfu syaban ini shahih maknanya meski diketahui banyak
ahli hadis mengatakan hadis itu dhaif.
Malam Pertengahan Bulan Sya'ban
(Tanggal 14 Malam itu adalah malam tanggal 15, Seperti Kamis Malam itu adalah Malam Jum'at)
HADITS 05 : MAUDHU (LEMAH)
“Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berkata, ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia. Adakah demikian dan demikian?’ (Allah mengatakan hal ini) sampai terbit fajar.”
(HR. Ibnu Majah: 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman: 3/378)
(Riwayat Hadits : (5) Ibnu Abi Sabrah, dari (4) Ibrahim bin Muhammad, dari (3) Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari (2) Abdillah bin Ja'far, dari (1) Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Diskusi Tentang Hadits
Beberapa ahli hadits mengelompokkan hadits ini sebagai hadits yang memiliki katagori Hadits hadits maudhu atau hadits lemah.
Perawi bernama Ibnu Abi Sabrah tertuduh berdusta,(Taqrib milik al-Hafidz. Imam Ahmad dan gurunya
(Ibnu Ma’in) berkata tentang Ibnu Abi Sabrah, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.” [Lihat Silsilah Dha’ifah, no. 2132.])
Berdalil dari hal itulah maka beberapa ahli hadits dan kelompok umat Islam akhirnya menyatakan bahwa fadhilah (keutamaan –ed) menghidupkan malam Nisfu Syaban dan berpuasa di siang harinya adalah lemah atau maudhu [Lihat Fatawa Lajnah Da’imah: 4/277, fatwa no. 884].
Mengapa hal ini terjadi ? Mengapa kemudian muncul katagori hadits maudhu atau lemah ?
Hal ini terjadi karena para penentu hadist maudhu tidak melihat materi Hadits sebagai pertimbangan utama. Yang dilihat adalah siapa yang menceritakan hadits ini saja.
Ibnu Abi Sabrah terbukti berdusta tentang sesuatu, padahal berdusta adalah hal yang fatal dalam Agama
Islam.
Akan tetapi masalah utamanya bukanlah itu. Masalah utamanya adalah apakah hadits ini benar-benar disampaikan oleh Rasulullah atau hadits ini memang karangan buatan dari Ibu Abi Sabrah ?
Mengkatagorikan hadits ini maudhu berarti menolak sebuah pernyataan dari Rasulullah. Menolak
pernyataan dari Rasulullah maka akan fatal, karena sendi-sendi syariat Agama Islam itu diletakkan oleh
Rasulullah.
Saat Katagori maudhu ditetapkan pada sebuah hadits, maka otomatis mereka yang menetapkan tidak pernah yakin bahwa hadits ini benar-benar berasal dari Rasulullah.
Pertanyaan mendasarnya adalah Bagaimakah apabila Rasulullah memang benar benar mengatakan ini kepada Ali Bin Abi Thalib ?
Lupakanlah Ibnu Abi Sabrah yang telah terbukti pernah berdusta.
Akan tetapi lihatlah kepada mereka yang dibawa oleh rangkaian ceritanya oleh Ibnu Abi Sabrah.
Lihatlah Rasulullah. Bagaimana jika memang Rasulullah memang benar benar mengatakan hal ini ?
Satu-satunya cara yang paling efektif untuk mengecek hadits ini buatan dari Ibnu Abi Sabrah
atau benar-benar dari Rasulullah adalah bertanya kepada Rasulullah sendiri.
Bagaimana caranya ? Rasulullah kan sudah meninggal ? Itu adalah masalah yang dihadapi oleh mereka yang mengatakan hadits itu maudhu. Akan tetapi bagi mereka yang bisa melakukan proses konfirmasi
keaslian hadits kepada Rasulullah sendiri tak berlaku katagori hadits maudhu. Bagi mereka yang bisa melakukan proses konfirmasi bertanya kepada Rasulullah hanya ada dua kemungkinan jawaban dari Rasulullah
(1) "Ya itu memang nasihat saya kepada kalian semua umatku, "Kata Rasulullah, atau
(2) " Hush ...itu bukan dari ku ... itu buatan mereka ... bukan dari ku, " Kata Rasulullah
(Komentar : Syeh Al Syarif Al Jalal)
Cara yang lain yang bisa dilakukan untuk melihat hadits ini adalah dengan melakukan cross check kepada hadits yang sama yang dibawa melalui jalur mereka yang memiliki kualitas di atas Ibnu Abi Sabrah.
Dalam bahasan ini terdapat 4 hadit lain yang katagorinya Shahih, artinya ada kemungkinan yang lebih baik dari katagori Maudhu yang ditetapkan oleh para ahli hadits pada hadits ini. Perhatikan kembali hadits hadits shahih lain yang muncul terkait dengan Malam Nisgfu Sya'ban.
2. Malam Nisfu Sya'ban
HADITS 06 : SHAHIH
“Allah SWT melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, lalu memberikan ampunan kepada seluruh makhluk-Nya kecuali kepada orang yang menyekutukan Allah atau orang yang bermusuhan,”
“Cerita Dari Mu’adz bin Jabal, saat Rasulullah SAW bersabda"
Cerita dari Makhul dari Malik bin Yukhamir* yang mendapat cerita dari Mu'adz bin Jabal yang menceritakan Sabda Rasulullah
(HR.
1. Ibn Hibban dalam Shahih-nya [12/481],
2. al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [20/109] dan al-Mu’jam al-Ausath, dan
3. Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’ [5/195], semuanya dari jalur Makhul, dari Malik bin Yukhamir dari Mu’adz secara marfu’. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma’ al-Zawaid [8/65].
“Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir dan al-Mu’jam al-Ausath, dan para perawinya dapat dipercaya”.
Malik bin Yukhamir seorang perawi tsiqah dan mukhadhram (generasi tabi’in yang mengikuti masa Jahiliyah), sedangkan Makhul pernah menjumpainya, sehingga hadits ini tidak mengalami keterputusan (inqitha’), sebagaimana asumsi sebagian kalangan. Kesimpulannya, Ibnu Hibban sangat tepat dalam menilai shahih hadits tersebut.
Hadits di atas diriwayatkan dari
4. jalur Abu Hurairah oleh al-Bazzar dalam Musnad-nya [2/436],
5. jalur Abu Tsa’labah al-Khusyani oleh al-Thabarani [Majma’ al-Zawaid 8/65] dan Ibnu Abi Ashim dalam al-Sunnah [1/223],
6. jalur Auf bin Malik oleh al-Bazzar [2/463],
7. jalur Abu Bakar al-Shiddiq oleh Ibnu Khuzaimah dalam al-Tauhid [no. 90] dan Ibnu Abi Ashim [no. 509],
8. jalur Abu Musa oleh Ibnu Majah [1/446] dan al-Lalaka’i [no. 763] dan
9. jalur Aisyah oleh Ahmad [6/238], al-Tirmidzi [3/107] dan Ibnu Majah [1/445].
Kesimpulan dari riwayat-riwayat tersebut adalah menetapkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban secara khusus, dan salah satu dari riwayat di atas telah dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Bahkan Al-Albani, juga menilainya shahih dalam Silsilah al-Ahadits al-Shahihah [1144], dalam Shahih Sunan Ibn Majah [1/233] dan dalam ta’liq terhadap kitab al-Sunnah karya Ibnu Abi Ashim [no. 509, 510, 511 dan 512).
Riwayat yang shahih ini, sekaligus menaikkan riwayat-riwayat lainnya yang dianggap dha’if menjadi hasan lighairihi sebagaimana telah menjadi ketetapan dalam ilmu hadits.
Meskipun ditetapkan sebagai Hadits Shahih akan tetapi terdapat juga ahli lain yang menyatakan bahwa hadits ini adalah Hadits Hasan (Hasan Lighairihi) Bahkan ada yang menyatakan bahwa Hadits ini adalah Hadits Dhaif
Pembahasan tentang Hasan dan Dhaifnya hadist ini sama dengan pembahasan yang dilakukan pada Hadits Ibnu Abi Sabrah tersebut di atas.
Proses katagori yang dilakukan dan menjadikan hadist ini dhaif atau hasan kembali dilakukan pada pertimbangan logika soal materi atau pembawa hadits.
Artinya hadits didekati dengan proses penilaian terhadap materi hadits dan pembawanya, bukan pada proses menguji apakah Rasulullah benar benar mengatakan hal tersebut atau tidak.
Proses yang lain yang belum dilakukan adalah proses menguji materi dengan ayat-ayat Qur an dan hal lain yang dilakukan di luar materi atau penilaian kepada para pembawa hadistnya saja.
Metode Crocc check dengan hadits yang lain atau dengan materi yang lain harus dilakukan lebih dalam untuk melihat hadist ini dengan lebih baik. Dengan demikian tidak semata-mata dengan terburu-buru menyatakan hadits ini Hasan atau Dhaif tanpa melakukan proses konfirmasi yang lebih dalam atau bahkan konfirmasi kepada Rasulullah secara langsung .
3. Shalat Malam
“Ibnu Taimiyah ditanya tentang shalat malam Nishfu Sya’ban, maka ia menjawab: “Apabila seseorang menunaikan shalat pada malam Nishfu Sya’ban, sendirian atau bersama jamaah tertentu sebagaimana dikerjakan oleh banyak kelompok kaum salaf, maka hal itu baik.” Di tempat lain, Ibnu Taimiyah juga berkata: “Adapun malam Nishfu Sya’ban, telah diriwayatkan banyak hadits dan atsar tentang keutamaannya dan telah dikutip dari sekelompok kaum salaf bahwa mereka menunaikan shalat pada malam itu. Jadi shalat yang dilakukan oleh seseorang sendirinya pada malam tersebut, telah dilakukan sebelumnya oleh kaum salaf dan ia mempunya hujjah, oleh karena itu hal seperti ini tidak boleh diingkari.”
(Majma’ Fatawa Ibni Taimiyah [3/131-132].
HADITS 07 SHAHIH
Hadist Pertama
Rasulullah saw bersabda,: “Allah mengawasi dan memandang hamba hamba Nya di malam nisfu sya’ban, lalu mengampuni dosa dosa mereka semuanya kecuali musyrik dan orang yg pemarah pada sesama muslimin” (Shahih Ibn Hibban hadits no.5755)
HADIST 08 SHAHIH
Hadist Kedua
Berkata Aisyah ra : “disuatu malam aku kehilangan Rasul saw, dan kutemukan beliau saw sedang di pekuburan Baqi’, beliau mengangkat kepalanya kearah langit, seraya bersabda : “Sungguh Allah turun ke langit bumi di malam nisfu sya’ban dan mengampuni dosa dosa hamba Nya sebanyak lebih dari jumlah bulu anjing dan domba” (Musnad Imam Ahmad hadits no.24825)
PENDAPAT ULAMA BESAR Syaikh‘Abdul Qadir al- Jailaniy berkata, “Malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang paling mulia setelah Lailatul Qodr.” (Kalaam Habiib ‘Alwiy bin Syahaab)
Berkata Imam Syafii rahimahullah : “Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam jumat, malam idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan rajab, dan malam nisfu sya’ban” (Sunan Al Kubra Imam Baihaqiy juz 3 hal 319).
Dikutip dari buku al- Fawaaidul Mukhtaaroh Diceritakan bahwa Ibnu Abiy as-Shoif al-Yamaniy berkata, “Sesungguhnya bulan Sya’ban adalah bulan sholawat kepada Nabi saw, karena ayat Innallaaha wa malaaikatahuu yushalluuna ‘alan Nabiy … diturunkan pada bulan itu. (Ma Dza Fiy Sya’ban?)
HADITS 09 SHAHIH
Hadits shahih dari Mu‘az bin Jabal Radhiallahu ‘anhu :
Allah menjenguk datang kepada semua makhlukNya di Malam Nishfu Sya‘ban, maka diampuni segala dosa makhlukNya kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah, at-Thabrani dan Ibnu Hibban).
HADITS 10 SHAHIH
Begitu juga hadits riwayat Aisyah r.a.
عن عائشة بنت أبي بكر قالت: «قام رسول الله من الليل يصلي، فأطال السجود حتى ظننت أنه قد قبض، فلما رأيت ذلك قمت حتى حركت إبهامه فتحرك فرجعت، فلما رفع إلي رأسه من السجود وفرغ من صلاته، قال: يا عائشة أظننت أن النبي قد خاس بك؟، قلت: لا والله يا رسول الله، ولكنني ظننت أنك قبضت لطول سجودك، فقال: أتدرين أي ليلة هذه؟ قلت: الله ورسوله أعلم، قال: هذه ليلة النصف من شعبان، إن الله عز وجل يطلع على عباده في ليلة النصف من شعبان، فيغفر للمستغفرين، ويرحم المسترحمين، ويؤخر أهل الحقد كما هم»
Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata bahwa Rasulullah SAW bangun pada malam dan melakukan shalat serta memperlama sujud, sehingga aku menyangka beliau telah diambil. karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata, “Wahai Asiyah, (atau Wahai Humaira’), apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?”Aku menjawab, “Tidak ya Rasulallah, namun Aku menyangka bahwa Anda telah dipanggil Allah karena sujud Anda lama sekali.” Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.”Beliau bersabda, “Ini adalah malam nisfu sya’ban (pertengahan bulan sya’ban). Dan Allah muncul kepada hamba-hamba-Nya di malam nisfu sya’ban dan mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda orang yang hasud sebagaimana perilaku mereka.” (HR Al-Baihaqi)
HADITS 11
Aisyah meriwayatkan hadits lain
عن عائشة بنت أبي بكر قالت: «قال رسول الله : "إن الله ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا، فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب"
Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing). (HR At-Tabarani dan Ahmad)
HADITS 12 MAUDHU
Demikian hadits riwayat Ali bin Abi Thalib menegaskan
عن علي بن أبي طالب قال: «قال رسول الله : "إذا كان ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها فإن الله ينزل فيها إلى سماء الدنيا فيقول ألا من مستغفر فأغفر له ، ألا من مسترزق فأرزقه ألا من مبتلى فأعافيه ألا كذا ألا كذا حتى يطلع الفجر
Dalam hadis Ali, Rasulullah bersabda: "Malam nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: "Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing."
(H.R. Ibnu Majah dengan sanad lemah).