(cc) USULAN LARANGAN POLIGAMI GAYA PSI BERTENTANGAN DENGAN PANCASILA (cc)

 USULAN LARANGAN POLIGAMI GAYA PSI BERTENTANGAN DENGAN PANCASILA


Oleh 
H. I Wijaya 
(Sekjen FK3P, Provinsi Jawa Barat)*


PSI (Partai Solidaritas Indonesia) dalam kampanye-kampanye politiknya menjelang Pemilu 2019 yang akan datang, mulai memperkenalkan program program Partai. Partai Solidaritas Indonesia yang dipimpin oleh bekas pegawai Magang di Kantor Gubernur DKI Jaya mantan Gubernur Basuki Cahyana Purnama (AHOK), mulai menggelar tema kampanye nya dengan tema-tema provokatif. Salah satu tema provokatif yang menjadi andalan PSI adalah Usulan Larangan Poligami bagi penyelenggara negara. Usulan ini akan dibawa oleh PSI dalam sidang-sidang legislatif setelah mereka berhasil masuk ke gerbang legislatif nanti, pasca Pemilu Legislatif 2019.

Tema PSI terasa tidak terlalu berbeda dengan apa yang pernah diungkap oleh mantan Gubernur AHOK yang mencela salah satu ayat Kitab Suci Agama Islam, yang melarang orang Islam mengambil pemimpin di luar Islam. Kali ini tema yang diangkat oleh PSI adalah kampanye larangan Poligami  yang juga menjadi salah satu pilar penting dalam Agama Islam.

Tema provokatif yang menyerang kepercayaan sebuah Agama mayoritas di Indonesia memang sedang trend dilakukan selama beberapa tahun terakhir ini. Dan sasaran floating mass yang dipilih,  adalah mereka yang berseberangan dengan kepercayaan Agama dan kemudian meluas ke lapisan yang lebih jauh, kelompok sekuler dan setengah modern yang jauh dari pemahaman dan pengetahuan agama.

Secara sekilas topik-topik kampanye provokatif seperti ini terlihat menarik hati. Sasaran kampanye adalah membakar semangat kelompok di luar agama yang mengajarkan prinsip-prinsip beragama yang berbeda.

Prinsip poligami adalah prinsip dasar agama Islam yang telah dipegang selama lebih dari 1500 tahun. Prinsip poligami ini berhasil memukul konsep-konsep hidup non poligami yang mendorong munculnya pelacuran dan berbagai praktek tidak baik lain dalam kehidupan bermasyarakat. Setidaknya prinsip Poligami adalah prinsip yang menjadi pilar akidah agama bagi 80 % lebih pemeluk Agama Islam di Indonesia.

Langkah provokatif PSI ini tampak terlihat biasa saja, akan tetapi jika diteliti lebih jauh, langkahnya sama dengan langkah yang dilakukan oleh terpidana penodaan Agama mantan Gubernur DKI Jaya AHOK.

Apa yang diangkat oleh AHOK adalah prinsip yang tampaknya egaliter dan sederhana. Siapa saja boleh menjadi pemimpin tanpa harus memperhatikan term term dalam Agama. Sah-sah saja apa yang dimaksudkan oleh AHOK dalam sebuah negara sekuler yang tidak memperhatikan eksistensi sebuah Agama dalam negara.

Akan tetapi AHOK lupa, bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler. Indonesia adalah negara dengan dasar Pancasila, yang menjadikan ajaran-ajaran luhur Agama sebagai nilai-nilai yang hidup dan menjadi inspirasi penyelenggaraan negara.

Indonesia memiliki sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, yang tidak dimiliki oleh negara manapun di muka Bumi. Sila ini bermakna penghargaan yang tinggi terhadap nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam Agama. Sila Pertama juga bermakna bahwa negara disusun oleh sendi-sendi luhur agama dan bukan sekularisme.

Nilai Pancasila dan penghargaan terhadap nilai-nilai luhur Agama adalah sendi utama dalam penyelenggaraan kenegaraan di Indonesia, dan bukan sekularisme yang bisa saja membuat peraturan yang menentang atau berlawanan dengan nilai-nilai luhur beragama.

Dan Hukum Negara, Pancasila, berhasil menguji kesalahan mendasar yang dilakukan AHOK, dan memberikannya hukuman berat penodaan terhadap nilai luhur Agama.

Setali tiga uang, anak asuh AHOK di PSI ini juga melakukan sebuah langkah politik yang tidak berbeda. Menjadikan ide larangan poligami sebagai tema politik dan mulai digembar-gemborkan agar mendapat simpati para calon pemilih Pemilu 2019 nanti.

Sayangnya tidak banyak yang memahami bahwa pelanggaran berat dan fatal, telah dilakukan oleh PSI terhadap ideologi negara. Tema yang diangkat Partai Politik lebih dianggap sebagai sebuah ide bebas yang boleh disuarakan begitu saja tanpa pemahaman mendalam tentang makna negara Pancasila.

Sama seperti AHOK. Publik dan negara menjadi terkejut ketika jutaan massa yang menamakan diri AKSI BELA ISLAM menyerbu Jakarta, dan membuat heboh seluruh dunia. Sebuah aksi keprihatinan besar umat Islam terhadap penodaan nilai-nilai luhur Agama.

Demikian pula yang dilakukan oleh PSI sama persis, tanpa kemudian mencoba memahami lebih jauh makna Poligami sebagai prinsip dasar dalam Islam (karena tercantum dalam Al Qur'an)

Jika tidak muncul AKSI BELA ISLAM 2 Untuk pelecehan terhadap nilai luhur Agama Islam, maka itu bukan berarti bahwa apa yang dilakukan oleh PSI bisa lolos seperti itu saja.

Karena penodaan terhadap nilai Poligami yang menjadi pilar dasar Agama sebenarnya adalah sebuah langkah nyata penyimpangan terhadap dasar negara Pancasila, sila Pertama dan Utama Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika sebuah hukum Tuhan (dalam pandangan Agama Islam) dilecehkan maka apalah lagi namanya, jika bukan melanggar nilai luhur Pancasila sila Pertama.

KPU harus bertindak tegas, melarang dan meminta PSI menghentikan tema kampanye provokatif yang menghina nilai agama ini. Karena jika tidak, maka akan muncul aksi serupa terhadap nilai-nilai Agama lain yang hidup dan berkembang dilindungi oleh negara.

Penghinaan atas nama politik terhadap nilai-nilai agama harus dihentikan, jika tidak maka NKRI akan berada di ambang kehancuran. Negara super multi kultur ini akan menghadapi perpecahan  besar, karena tidak dihormatinya nilai-nilai luhur agama yang dijunjung tinggi oleh Pancasila.

(FK3P, Forum Komunikasi Praktisi Dan Pengamat Politik, dulu Forum Komunikasi Partai Partai Politik, adalah satu-satunya LSM di Provinsi Jawa Barat yang diberikan kesempatan untuk menghadiri sidang-sidang Paripurna DPRD Provinsi Jawa Barat, sejak masa awal Reformasi sampai saat ini)

Lihat Juga Usulan Larangan Poligami PSI : Perlu Rambu Konten Kampanye
LIHAT TAJUK RENCANA DAN OPINI 

Lihat Tajuk Rencana Dan Opini Lebih Lanjut :





Indeks 


First Published : 30/11/2018.05.51.AM.