Ideologi Sang Wahyu

 BAGIAN SATU 

BINTANG PELAJAR YANG TERANG BENDERANG

PENDIDIKAN ADALAH KUNCI UNTUK memperbaiki kehidupan dunia dan akhirat. Jika ingin memperbaiki kehidupan dunia, maka itu dengan ilmu, demikian juga, jika ingin memperbaiki kehidupan akhirat itu juga dengan ilmu. Dan pendidikan adalah sarana untuk menyalurkan ilmu pengetahuan.

Wahyu menyadari betul makna pentingnya pendidikan yang baik. Pendidikan kelas 6 SR beberapa tahun yang lalu dijalaninya dengan sangat buruk. Ujian Nasional yang harus dijalani untuk naik ke tingkat SMP gagal total dijalani Wahyu dan seluruh teman sekolahnya. Tidak ada satupun siswa SR yang lulus ujian.

Sarana pendidikan yang buruk, guru yang tidak menguasai materi, materi pelajaran yang sangat kurang di SR Sumuragung di pertengahan tahun 1963 membuat semua siswa kelas 6 SR gagal lulus ujian. Wahyu menyadari betul semua kekurangan yang dimiliki oleh SR Sumberrejo. Wahyu berpikir keras, mencoba mencari berbagai pemecahan masalah kurangnya sarana dan prasarana pendidikan.

Bermingu-minggu Wahyu mencoba memikirkan masalah penting ini. Pemerintah masih belum mampu menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang cukup.

Indonesia pada pertengahan tahun 1963, baru 18 tahun dari Proklamasi Kemerdekaan. Baru 13 tahun Republik Indonesia diakui oleh Belanda, 27 Desember 1949. Tak banyak yang bisa dinikmati dalam bidang pendidikan di Kecamatan Kanor atau Kecamatan Sumberrejo pada tahun tahun itu.

Suasana kenegaraan masih sangat kacau. Pemilu Pertama tahun 1955 membuat suasana Politik kacau balau. PKI, Partai Komunis yang berada di posisi ketiga Pemenang Pemilu melakukan berbagai intrik politik yang berbahaya. Masyumi yang menjadi pemenang Pertama Pemilu, dihajar di berbagai kesempatan oleh Partai Komunis. Sementara itu PNI Bung Karno menjadi Partai yang relatif stabil di posisi kedua. 

Konsep kebangsaan PNI tidak terlalu menarik diserang, karena semangat membangkitkan keagamaan relatif tidak terlalu dirasa reaktif. Sementara itu Partai NU, seperti biasa, menjadi Partai Islam yang aneh, bila disejajarkan dengan Partai Masyumi yang sangat reaktif memperjuangkan gairah Islam dalam Negara, Partai NU menjadi partai Islam besar yang seperti sengaja memisahkan diri dari semangat partai Islam Masyumi.

Demokrasi Liberal yang diarahkan menjadi Demokrasi Terpimpin oleh Presiden RI Pertama Ir Soekarno, dijadikan perlombaan politik yang berbahaya. Rakyat harus berlomba lomba memenuhi kebutuhan sehari hari dengan tidak mudah. Politik menjadi haluan negara yang utama, dan pada masa seperti tahun 1963 an, genderang Politik dianggap perlu untuk membangkitkan seluruh energi Nasional yang porak poranda dilanda Perang Kemerdekaan dan berbagai perang pemberontakan pasca Perjuangan Kemerdekaan. Upaya yang tidak ringan harus diupayakan pemerintah teris menerus, memadamkan pemberontakan yang terus susul menyusul. Politik dipacu terus untuk membawa seluruh negeri mencapai titik kestabilan, agar upaya meraih kesejahteraan yang menjadi cita cita Negara Proklamasi terwujud.

Wahyu yang berjiwa lembut tidak tertarik sama sekali dengan berbagai hingar bingar politik yang tidak berkesudahan itu. Wahyu melihat begitu banyak masalah yang muncul berujung dari tidak adanya pendidikan yang baik. Kegagalannya dalam pendidikan dasar SR kelas 6, membuatnya memutuskan untuk berkonsentrasi kembali dalam pendidikan.

Soal soal ujian akhir yang diberikan, sama sekali tidak pernah dia mengerti maksudnya, dan juga tidak pernah diajarkan oleh guru guru sekolahnya. Materi pelajaran tidak jelas, dan bukti nyata nya seluruh anak SR kelas 6 tidak lulus.

Ahmad Gufron ayah Wahyu adalah Kepala Sekolah di Cangakan, sebuah desa di pinggir Bengawan Solo yang dipenuhi oleh rumah rumah orang kaya, dan saudagar sukses masa lalu. Jalur sungai Bengawan Solo pernah jaya, sebelum Belanda membangun jalan darat Daendels dan juga jalur tengah Babat Bojonegoro Cepu. 

Akan tetapi kejayaan masa lalu itu mulai memudar dan berpindah ke sebuah lokasi di Kecamatan Sumberrejo yang menjadi titik pertemuan dari beberapa Kecamatan di Bojonegoro. Kecamatan Kedungadem, Kecamatan Kanor, Kecamatan Baureno, dan Kecamatan Balen. 

Para pedagang mulai berpindah ke Sumberrejo, demikian juga para pedagang desa Cangakan mulai meninggalkan lokasi dagang masa lalu yang sekarang telah menjadi suram dan meredup. Para pedagang pribumi kalah strategi oleh Belanda. Sungai Bengawan Solo yang menjadi urat nadi perdagangan dipotong habis oleh Belanda dengan membangun jalan aspal. 

Rantai perdagangan yang tidak bisa dikuasai ditinggalkan, dan Belanda membuat jalur baru yang memukul seluruh jalur perdagangan tradisional. Malapetaka menyusul cepat, setelah jalur perdagangan berhasil dibelokkan oleh Belanda. Seluruh gairah dan daya hidup masyarakat yang sebelumnya terkait dengan Bengawan Solo menjadi musnah. Gerak dan perkembangan masyarakat melambat, dan dengan cepat Belanda yang licik itu menyingkirkan seluruh pesaing nya. 

Dari Achmad Gufron, Wahyu mendapatkan banyak inspirasi untuk memecahkan masalah belajar di SR Sumberrejo yang kacau balau. Dengan inisiatif sendiri, Wahyu mulai memesan buku buku pelajaran penting dari beberapa penerbit di Semarang. Dan kesukaannya membaca, membawa sebuah perubahan besar dalam cara belajar Wahyu. 

Wahyu mulai bisa tahu jawaban soal soal aneh yang pernah dia dapatkan saat ujian akhir SR di pertengahan tahun 1963 an. Sebuah pola pertanyaan dan jawaban yang telah terstruktur dia dapatkan dari beberapa buku yang dia dapatkan dari membeli via post di beberapa penerbit di Kota Semarang.

Puncak penemuan kunci permasalahan pendidikan pun akhirnya berhasil didapatkan Wahyu. Dan dia sendiri membuktikan keberhasilannya. Wahyu tidak saja lulus pada tahun 1964, setahun setelah kegagalannya, tapi Wahyu juga menyabet Bintang Pelajar di Seluruh Karesidenan Bojonegoro. Wahyu menjadi siswa dengan nilai ujian terbaik di tiga Kabupaten yang ada di bawah Residen Bojonegoro; Kabupaten Bojonegoro sendiri, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Tuban. 

Penghargaan Bintang Pelajar ini membuktikan satu hal, bahwa tidak lulus dalam ujian belum tentu terjadi karena siswa bodoh. Mungkin sumber kegagalan siswa karena kurangnya sarana, dan pra sarana, kurangnya pemahaman pada materi pelajaran.